Anjing ini menitikkan airmata.
Ia satu dari sekitar enampuluh ekor anjing yang pagi itu tiba di Jogja dari Pangandaran, Jawa Barat. Sejak berangkat tubuh mereka disekap dalam karung dan moncongnya dibebat erat rafia. Sebetulnya inilah akhir langkah mereka sebagai mahluk hidup. Karena mereka tidak akan pernah lagi mencecap makanan, seka
lipun rempahan kerupuk, dan hanya minum dari guyuran air sungai atau tetesan hujan atas kebaikan sopir truk dan awaknya yang tidak akan membiarkannya menjadi bangkai di tengah perjalanan panjang. Mereka baru akan lepas dari bagor dan rafianya setelah melepas nyawa.
A dog is the only thing on earth that loves you more than you love yourself. Ucapan Josh Billings seorang penulis Amerika ini menunjukkan tugas anjing di bumi. Ia menjaga rumah kita. Ia menemani kita. Ia menyambut dan menyayangi kita dalam keadaan apapun. Ooh anjing itu mens best friend! seru fotografer senior Don Hasman beberapa hari silam. Anjing mahluk setia! Justru manusia yang sering tidak setia! Kata-kata Oom Don menggenapi ungkapan hati musisi Don Van Vliet, You can tell by the kindness of a dog how a human should be.
Anjing malang tadi menangisi dirinya dan teman-temannya. Tiba di tujuan mereka diturunkan dari truk dengan digajuli atau dilempar satu per satu seperti karungan sampah. Sebuah kamar pengap menyekap mereka. Tak ada makanan, tak ada air, tak ada gonggongan. Mereka hanya saling menatap dan mendengarkan tangis. Tangis diri mereka sendiri-sendiri. Karena suara yang tertahan di kerongkongan hanya akan terjun ke dalam, ke batin.
Mereka menangis sebab divonis tak berguna. Mereka akan memberikan lebih dari yang sudah pernah dilakukannya untuk manusia jika dianugerahi kesempatan. Tapi orang-orang di sekeliling mereka mengharap kalkulasi yang eksak: bathi, keuntungan. Itu sebabnya tak ada secuilpun makanan untuk mereka, karena akan mencuil laba.
Seusai order para pedagang sengsu penjagal akan mengeluarkan kelompok demi kelompok. Dan satu demi satu dihajar pukulan batang kayu tepat di kepala. Di hadapan teman-temannya yang menunggu hitungan. Entah mati entah pingsan penjagal dengan dingin memutuskan leher dan semangat hidupnya.
Ayam, kambing, dan sapi lebih beruntung karena Dinas Peternakan selalu memantau dan menjaga kondisinya sebelum diserahkannya tubuhnya untuk kebutuhan manusia. Sebagian orang yang bekerja untuk kebutuhan itupun masih mengucap syukur saat melakukan tugasnya. Bahkan ada yang mengelus punggungnya dan menepuk-nepuk kepalanya sebagai ungkapan terimakasih. Anjing-anjing ini dilibas dengan keji seolah mereka bukan ciptaan Tuhan. (Foto : Dian Kristiawan / Riset : Swasti Ayu )